Kapan
terkhirkali kita memasak? Berawal dari eksperimendi dapur, dengan bahan yang ada di sekitar, nenek moyang kita meracik
dengan alakadarnya, sehingga jadilah masakan. Seringkali, meski
tidak selalu, yang dijadikan sebagai penanda atau penciri untuk menunjuk
kekhasan alias keunikan suatu daerah atau tempat tertentu adalah makanan alias
kuliner daerah tersebut. Misalnya Jogya dentik dengan Gudeg, Betawi, Madura dan Banjarmasin dengan
Sotonya, Bandung dengan Peyem-nya.
Hal lain yang
juga menarik adalah keragaman dan kekhasan makanan atau kuliner setiap etnis
atau masyarakat di Nusantara. Hak tersebut erat
kaitannya dengan lingkungan alam dan kondisi sosial masyarakatnya. Sebut saja
sebagai contohnya unsur-unsur atau bahan-bahan yang menjadi makanan alias kuliner
suatu masyarakat atau etnis-etnis tertentu di Nusantara terkait erat
dengan khasanah kekayaan alam dan kondisi lingkungan yang membentuk budaya
masyarakatnya. Contohnya, masyarakat di Kalimantan Selatan(kalsel) cukup akrab
dengan kuliner yang berbahan dasar santan serta gula terutama untuk
panganan (Kue). Ada adigium yang menyatakan bahwa orang Banjar rentan terkena
penyakit diabetes, karena makananya yang sangat manis dan bersantan, meskipun
hal itu belum disa dibuktikan secara ilmiah.
Membicarakan kuliner Banjar, bukan sesuatu yang mudah, apalagi keragaman
kuliner banjar, sebagian juga di dapati dalam kuliner suku laiannya, seperti
lamang atau lemang, kelelopon, ataupun lainnya. Hal ini menandakan bahwa
pluraisme juga bekembang dalam hal kuliner dan karena itu ujar Iqba, label “kuliner
asli” harusnya diganti menjadi “kuliner khas”.
Perkembangan zaman yang begitu
cepat dengan kapital yang besar dan serba instan pada akhirnya membuat kita
berjarak pada cita rasa dan sejarah kuliner yang kita miliki.Yang hilang di
tempat kita bukan hanya tanah, tetapi
juga tradisi serta kekayaan kulinernya. Dan ini memang problem yang sangat
kompleks. Apakah generasi kita sekarang
mengenal wadai 41 macam, dan kenapa harus 41 macam, apa filosofinya.
Kuliner bukan perkara bagaima
ia cara memasaknya, tapi juga makna dari masakan itu sendiri, ada makna khuus
yang di sematkan dalam kuliner itu. Bahkan beberapa tempat dan mugkin juga di
kalimantan selatan ada kuliner yang dibuat berdasarkan hari atau ritul acara
tertentu. Pertanyaanya sekarang adalah? Kapan
terakhir kali kita memasak? Karena dengan memasak warisan resep kuliner yang
kita punya akan terus bertahan.
*Resume
Diksusi KulinerBanjar oleh Forum Komunikasi Pemuda Lintas Iman Kalsel
(15/03/14)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar